Jumat, 29 Mei 2015

Kasus Pelanggaran Kode Etik Pengacara



Bahwa semestinya organisasi profesi pengacara memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya.
Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.
(Sumber: Peradi)
Etika Profesi Kasus Joko Sriwidodo
Sriwidodo, pengacara tersangka kasus suap yakni mantan hakim Setyabudi Tedjocahyono diberhentikan secara tetap dari profesi advokat. Pemberhentian Joko Sriwidodo di putuskan dalam sidang kode etik advokat yang digelar Dewan Kehormatan Daerah PERADI DKI Jakarta,Jumat (21/3/2014).
Dalam putusan yang dibacakan oleh ketua majelis Alex R Wange, Joko Sriwidodo dinyatakan  melanggar sumpah advokat seperti diatur dalam Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 6 huruf a dan f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Pasal 4 huruf b, c, d, e Kode Etik Advokat Indonesia.
"Menghukum teradu diberhentikan tetap dari profesi advokat untuk tidak menjalankan profesi advocat baik di dalam  atau di luar pengadilan,"tegas Ketua Majelis Dewan Kehormatan PERADI DKI Jakarta, Alex R Wangge di Kantor PERADI Jakarta. Selain itu Majelis juga menghukum Joko Sriwidodo untuk membayar denda Rp 3,5 juta. Menurut Ketua Majelis Alex R Wange, Joko Sriwidodo dianggap tidak menjalankan tugasnya sebagai advokat secara baik atau melanggar kode etik sebagai advokat saat mendampingi kliennnya, terdakwa Setyabudi dalam kasus suap terkait kasus korupsi Bansos Bandung.  Joko Widodo dinyatakan telah menelantarkan Setyabudi, seperti tidak membuatkan nota pembelaan (pledoi), tidak hadir saat Setyabudi diperiksa, jarang hadir dalam persidangan. Padahal, Joko sudah menerima honorarium yang cukup tinggi.  
“Tetapi semuanya anak buahnya yang bekerja. Termasuk dia banyak janji Setyabudi, seperti janji akan dihukum ringan dan memindahkan tempat sidang yang bukan wewenangnya. Janji seperti itu dilarang Kode Etik Advokat Indonesia,” tutur Alex.  
Mengenai pemindahan tempat sidang, Joko Widodo menjanjikan kliennya akan dipindahkan dari PN Bandung untuk digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta. PN Bandung adalah bekas kantor Setyabudi saat menjabat Wakil Ketua Pengadilan sekaligus lokasi tertangkap tangan atau serah-terima suap oleh Setyabudi dan tersangka Asep Triana, orang suruhan tersangka Toto Hutagalung. Atas keputusan ini, para pihak diberi kesempatan mengajukan banding selama 21 hari sejak diterima ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI. Alex didampingi Sirjon Pinem, Marsaulina Manurung, Fathurin Zen, Nengah Dharma selaku anggota majelis.    
Kuasa hukum Joko Widodo yakni Bangun Patriyanto mengatakan akan mempelajari dulu semua isi keputusan itu. Soalnya, pihaknya belum mengetahui secara lengkap pertimbangan keputusan pemberhentiannya itu. Sedangkan istri Setyabudi yakni Lulu mengaku puas dengan keputusan pemecatan itu. Sebab, dirinya merasa dipermainkan oleh Joko saat menangani kasus suaminya. “Saya puas dengan keputusan itu sesuai harapan, kita orang lemah dipermainkan,” kata sambil bergegas keluar ruang sidang.
(Sumber: tribunnews)




Analisa Dan Komentar Terhadap Pelanggaran Kode Etik Pengacara
Apapun profesi yang  jalani di dunia ini apalagi yang menyangkut keadilan hukum seperti profesi seorang pengacara pasti ada etika-etika yang harus untuk kita pahami terlebih dahulu. Terlebihnya lagi profesi tersebut tercantum dalam sebuah organisasi dan menyangkut dengan penegakan hukum, maka ada beberapa hal yang harus dijaga diantaranya nama baik pribadi yang menyandang profesi pengacara, maka nama baik dari organisasi pengacara tersebut harus kita jaga dengan ketat jangan sampai nama baik organisasi tersebut tercemar oleh tindakan-tindakan yang akan merusak nama baik dari organisasi tersebut.
            Seperti kasus Joko Sriwidodo yang melanggar etika sebagai pengacara dan telah mencemari nama baik dari organisasi pengacara di Indonesia. Pada dasarnya penegakan hukum di Indonesia tidak bisa di beli dengan uang, jika orang-orang itu benar-benar terbukti melakukan pelanggaran maka orang tersebut pantas untuk dihukum yang sesuai dengan pasal-pasalnya. Pengacara yang teladan adalah pengacara yang melakukan kewajibannya dengan benar. Melayani klien dengan sepenuh hati agar memberikan kepuasan kepada klien tersebut
Apalagi Advokat sebagai profesi terhormat yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.

Minggu, 03 Mei 2015

PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA (PERADI)

Sejarah PERADI
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) mulai diperkenalkan ke masyarakat, khususnya kalangan penegak hukum, pada 7 April 2005 di Balai Sudirman, Jakarta Selatan. Acara perkenalan PERADI, selain dihadiri oleh tidak kurang dari 600 advokat se-Indonesia, juga diikuti oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), Organisasi Advokat harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Banyak pihak yang meragukan para advokat dapat memenuhi tenggat waktu yang dimaksud oleh undang-undang. Pada kenyataannya, dalam waktu sekitar 20 bulan sejak diundangkannya UU Advokat atau tepatnya pada 21 Desember 2004, advokat Indonesia sepakat untuk membentuk PERADI.
Kesepakatan untuk membentuk PERADI diawali dengan proses panjang. Pasal 32 ayat (3) UU Advokat menyatakan bahwa untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat dijalankan bersama-sama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Untuk menjalankan tugas yang dimaksud, kedelapan organisasi advokat di atas, pada 16 Juni 2003, setuju memakai nama Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).
Sebelum pada akhirnya sepakat membentuk PERADI, KKAI telah menyelesaikan sejumlah persiapan. Pertama yaitu melakukan verifikasi untuk memastikan nama dan jumlah advokat yang masih aktif di Indonesia. Proses verifikasi sejalan dengan pelaksanaan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat yang menyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, dan konsultan hukum yang telah diangkat saat berlakunya undang-undang tersebut dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur undang-undang. Sebanyak 15.489 advokat dari 16.257 pemohon dinyatakan memenuhi persyaratan verifikasi. Para advokat tersebut telah menjadi anggota PERADI lewat keanggotan mereka dalam delapan organisasi profesional yang tergabung dalam KKAI.
Sebagian bagian dari proses verifikasi, dibentuk pula sistem penomoran keanggotaaan advokat untuk lingkup nasional yang juga dikenal dengan Nomor Registrasi Advokat. Selanjutnya, kepada mereka yang lulus persyaratan verifikasi juga diberikan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Di masa lalu, KTPA diterbitkan oleh pengadilan tinggi di mana advokat yang bersangkutan berdomisili. Peluncuran KTPA sebagaimana dimaksud dilakukan pada 30 Maret 2004 di Ruang Kusumah Atmadja, Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Persiapan kedua adalah pembentukan Komisi Organisasi dalam rangka mempersiapkan konsep Organisasi Advokat yang sesuai dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Kertas kerja dari Komisi Organisasi kemudian dijadikan dasar untuk menentukan bentuk dan komposisi Organisasi Advokat yang dapat diterima oleh semua pihak.
Persiapan lain yang telah dituntaskan KKAI adalah pembentukan Komisi Sertifikasi. Komisi ini mempersiapkan hal-hal menyangkut pengangkatan advokat baru. Untuk dapat diangkat menjadi advokat,  selain harus lulus Fakultas Hukum, UU Advokat mewajibkan setiap calon advokat mengikuti pendidikan khusus, magang selama dua tahun di kantor advokat, dan lulus ujian advokat yang diselenggarakan Organisasi Advokat. Peraturan untuk persyaratan di atas dipersiapkan oleh komisi ini.
Setelah pembentukannya, PERADI telah menerapkan beberapa keputusan mendasar. Pertama, PERADI telah merumuskan prosedur bagi advokat asing untuk mengajukan rekomendasi untuk bekerja di Indonesia. Kedua, PERADI telah membentuk Dewan Kehormatan Sementara yang berkedudukan di Jakarta dan dalam waktu dekat akan membentuk Dewan Kehormatan tetap. Pembentukan Dewan Kehormatan di daerah lain saat ini menjadi prioritas PERADI.  Ketiga, PERADI telah membentuk Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI). Komisi ini bertanggung jawab seputar ketentuan pendidikan khusus bagi calon advokat serta pendidikan hukum berkelanjutan bagi advokat.
Baik KKAI maupun PERADI telah menyiapkan bahan-bahan dasar untuk digunakan PERADI untuk meningkatkan manajemen advokat di masa yang akan datang. Penting pula untuk dicatat bahwa hingga saat ini seluruh keputusan, termasuk keputusan untuk membentuk PERADI dan susunan badan pengurusnya, telah diambil melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan berdasarkan paradigma advokat Indonesia.
Meski usia PERADI masih belia, namun dengan restu dari semua pihak, PERADI berharap dapat menjadi organisasi advokat yang bebas dan independen, melayani untuk melindungi kepentingan pencari keadilan, dan menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk melayani para anggotanya.
Kegiatan PERADI
1.      PKPA seluruh Indonesia
2.      Pendidikan Hukum Lanjutan
SUMBER: http://www.peradi.or.id/

Prosedur Menjadi Advokat Sejak PKPA Hingga Pengangkatan.
Tahapan-tahapan untuk dapat diangkat menjadi advokat:
1.      Mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (“PKPA”);
2.      Mengikuti Ujian Profesi Advokat (“UPA”);
3.      Mengikuti magang di kantor advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus di kantor advokat;
4.      Pengangkatan dan Sumpah Advokat.
I.             PKPA
PKPA dilaksanakan oleh organisasi advokat. Yang dapat mengikuti PKPA adalah sarjana yang berlatar belakang/lulusan (lihat penjelasan Pasal 2 ayat [1] UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat):
1.      Fakultas Hukum;
2.      Fakultas Syariah;
3.      Perguruan Tinggi Hukum Militer; atau
4.      Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Persyaratan calon peserta PKPA (lihat Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Peradi No. 3 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Advokat):
a.       Menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi;
b.      Menyerahkan 1 (satu) lembar fotokopi ijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan yang telah dilegalisir;
c.       Menyerahkan 3 (tiga) lembar foto berwarna ukuran 4x6;
d.      Membayar biaya yang telah ditetapkan untuk mengikuti PKPA, yang dibuktikan dengan fotokopi bukti pembayaran;
e.       Mematuhi tata tertib belajar;
f.       Memenuhi ketentuan kehadiran sekurang-kurangnya 80% (delapan puluh persen) dari seluruh sesi PKPA.
Sertifikat PKPA
Apabila peserta telah mengikuti PKPA sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas, maka yang bersangkutan akan diberikan sertifikat oleh penyelenggara PKPA (lihat Pasal 11 Peraturan Peradi No. 3 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Advokat).
II.          UPA
Setelah mengikuti PKPA, calon advokat harus mengikuti UPA yang dilaksanakan oleh organisasi advokat. Dalam UPA yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (“Peradi”) ditentukan bahwa yang dapat mengikuti UPA adalah pihak-pihak yang telah mengikuti PKPA yang diselenggarakan perguruan tinggi atau institusi lain yang mendapat persetujuan dari PERADI.
Persyaratan umum mengikuti UPA:
1.      Warga Negara Indonesia;
2.      Mengisi Formulir pendaftaran, dengan melampirkan:
a.       Fotokopi KTP;
b.      Fotokopi Bukti Setor Bank biaya ujian advokat;
c.       Pas foto berwarna 3 X 4 = 4 lembar;
d.      Fotokopi Ijasah (S1) berlatarbelakang pendidikan tinggi hukum yang telah dilegalisir oleh perguruan tinggi yang mengeluarkannya;
e.       Fotokopi Sertifikat pendidikan khusus profesi advokat.
Peserta yang lulus UPA akan menerima sertifikat lulus UPA dari organisasi advokat.
III.       MAGANG
Untuk dapat diangkat menjadi advokat, seorang calon advokat harus mengikuti magang di kantor advokat sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus-menerus di kantor advokat. Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, yang penting adalah magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf g UU Advokat).
Persyaratan umum calon advokat magang
Calon Advokat yang hendak menjalani magang wajib mengajukan permohonan magang kepada Kantor Advokat yang memenuhi persyaratan dengan syarat-syarat sebagai berikut (lihat Pasal 5 Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat):
a.      Warga negara Indonesia;
b.      Bertempat tinggal di Indonesia;
c.      Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d.      Lulusan pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”);
e.      Telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh PERADI dan telah lulus Ujian Advokat.
Dokumen-dokumen yang harus diserahkan
Berikut adalah dokumen-dokumen yang harus diserahkan ke Peradi dalam rangka memenuhi prasyarat magang calon advokat:
a.      surat pernyataan Kantor Advokat
b.      Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang
c.      Fotokopi KTP calon Advokat magang
d.      Pas foto berwarna (berlatar belakang warna biru) dari calon advokat ukuran 2x3 dan 3x4 masing-masing sebanyak 3 (tiga) lembar
e.      Surat pernyataan tidak berstatus pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI atau Kepolisian RI atau pejabat negara
f.       Fotokopi ijazah pendidikan tinggi hukum yang telah dilegalisir oleh perguruan tinggi hukum yang mengeluarkannya
g.      Fotokopi sertifikat Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh Peradi
h.      Fotokopi sertifikat kelulusan Ujian Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh Peradi
i.        Fotokopi kartu tanda pengenal advokat (KTPA) pimpinan kantor advokat dan advokat pendamping
j.        Surat keterangan dari kantor advokat
k.      Laporan penanganan perkara bagi calon advokat yang telah bekerja dan telah ikut membantu penanganan sedikitnya 3 (tiga) perkara pidana dan 6 (enam) perkara perdata dari advokat pendamping
l.        Surat keterangan honorarium/slip gaji/bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau kartu Jamsostek dari kantor advokat atau surat keterangan pengganti tidak mendapatkan gaji.
Peradi akan mengeluarkan Izin Sementara Praktik Advokat segera setelah diterimanya Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang dari Kantor Advokat (lihat Pasal 7A Peraturan Peradi No. 2 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat). Laporan sebagaimana disebut di atas harus pula disertai dengan pas foto berwarna Calon Advokat (lebih disukai yang berlatar belakang biru) berukuran 2x3 sebanyak 3 lembar.
Kewajiban calon advokat magang
Berikut ini adalah hal-hal yang wajib dipenuhi calon advokat magang selama melaksanakan magang di kantor advokat (lihat Peraturan Peradi No. 2 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat):
1.      Selama masa magang (2 tahun), Calon Advokat harus membuat sedikitnya 3 (tiga) laporan persidangan (Laporan Sidang) perkara pidana yang bukan merupakan perkara sumir dan 6 (enam) Laporan Sidang perkara perdata, dengan ketentuan;
a.      Laporan-laporan Sidang tersebut adalah laporan atas setiap sidang yang dimulai pada sidang pertama sampai dengan adanya putusan atas masing-masing perkara dimaksud.
b.      Perkara-perkara dimaksud tidak harus merupakan perkara-perkara yang ditangani oleh Kantor Advokat tempat Calon Advokat melakukan magang.
2.      Selama masa magang, calon advokat dapat diberikan pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik di bidang lainnya kepada Calon Advokat, antara lain:
a.      Berpartisipasi dalam suatu pekerjaan kasus atau proyek, baik di bidang litigasi maupun non-litigasi;
b.      Melakukan riset hukum di dalam maupun di luar Kantor Advokat;
c.      Menyusun konsep, laporan tentang pekerjaan yang dilakukannya berupa memo, minuta, korespondensi e-mail, perjanjian-perjanjian, dan dokumen hukum lainnya;
d.      Menerjemahkan peraturan, memo, artikel dari bahasa Indonesia ke bahasa asing ataupun sebaliknya; dan/atau
e.      Menganalisa perjanjian atau kontrak.
Hak-hak calon advokat magang
Calon advokat yang melaksanakan magang di kantor advokat memiliki hak-hak sebagai berikut (lihat Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Peradi No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat dan Peraturan Peradi No. 2 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat):
1.      Berhak didampingi oleh advokat pendamping selama masa magang di kantor advokat;
2.      berhak tidak dimintai imbalan oleh kantor advokat tempat melakukan magang;
3.      berhak diberikan pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik;
4.      berhak menerima Izin Sementara Praktik Advokat dari Peradi sesuai ketentuan;
5.      berhak diikutsertakan di dalam surat kuasa, dengan syarat bahwa di dalam surat kuasa tersebut, terdapat Advokat Pendamping;
6.      di akhir masa magang, calon advokat berhak mendapatkan Surat Keterangan Magang dari kantor advokat sebagai bukti bahwa Calon Advokat tersebut sudah menjalani magang untuk memenuhi persyaratan magang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat.
Larangan bagi calon advokat magang
Calon advokat yang melaksanakan magang dilarang melakukan hal-hal di bawah ini (lihat Pasal 7B Peraturan Peradi No. 2 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat):
1.      memberikan jasa hukum secara langsung kepada klien, tetapi semata-mata mendampingi/membantu Advokat Pendamping dalam memberikan jasa hukum
2.      Calon Advokat pemegang Izin Sementara tidak dapat menjalankan praktik Advokat atas namanya sendiri.
IV.        PENGANGKATAN DAN SUMPAH ADVOKAT
Untuk dapat diangkat sebagai advokat, calon advokat harus telah memenuhi tahapan-tahapan dan persyaratan sebagaimana diuraikan di atas. Selain itu, ada syarat lain yakni telah berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun (lihat Pasal 3 ayat [1] huruf d UU Advokat).
Setelah diangkat oleh organisasi advokat, calon advokat resmi berstatus sebagai advokat. Namun, advokat yang baru diangkat oleh organisasi advokat belum dapat menjalankan profesinya sebelum melalui tahapan atau persyaratan selanjutnya yaitu mengucapkan sumpah advokat.
Sumpah advokat diatur dalam Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU Advokat, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut:
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji:
-          bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
-          bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
-          bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
-          bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tangani;
-          bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
-          bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
(3) Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.
Toga advokat
Saat mengucapkan sumpah/janji advokat di sidang terbuka Pengadilan Tinggi, advokat wajib mengenakan toga advokat. Toga advokat adalah berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.07.UM.01.06 Tahun 1983 Tanggal: 16 Desember 1983.
Menjadi anggota organisasi advokat
Menurut Pasal 30 ayat (2) UU Advokat, setiap advokat yang diangkat berdasarkan UU Advokat wajib menjadi anggota Organisasi Advokat. seperti diketahui pengangkatan advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat (lihat Pasal 2 ayat (2) UU Advokat).
Buku daftar anggota dan kartu advokat
Nama advokat yang menjadi anggota Organisasi Advokat dicantumkan dalam Buku Daftar Anggota. Di dalam Buku Daftar Anggota dicantumkan pula nomor induk/keanggotaan advokat pada Organisasi Advokat.
Tanda keanggotaan pada Organisasi Advokat juga ditunjukkan dengan kartu tanda pengenal advokat yang mencantumkan nomor induk/keanggotaan advokat. Dalam menjalankan tugas profesinya sehari-hari, kartu tanda pengenal advokat harus selalu dibawa oleh advokat sebagai bagian dari identitas diri dan profesional advokat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
2.      Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat
3.      Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 2 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat
4.      Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 3 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat
5.      Petunjuk Teknis Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat