Sabtu, 03 November 2012

ISD MUATAN NASIONAL


“Peristiwa Bentrok di Lampung Selatan”
Kepala Desa Agom, Muchsin Syukur, 35 tahun, mengaku heran dengan isu pelecehan seksual yang menjadi pemicu bentrokan antarwarga di Desa Balinuraga, Kalianda, Lampung Selatan. Ia menilai isu yang beredar selama ini sudah melenceng jauh.

"Saya tidak tahu apa itu pelecehan seksual. Apa dipegang pahanya termasuk pelecehan seksual?" tanya dia saat ditemui Tempo di kediamannya, Kamis sore, 1 November 2012.

Dari keterangan yang dihimpun Muchsin dari warganya, korban hanya dipegang pahanya saat mengendarai sepeda motor di jalan desa. Akibatnya, Diana dan Emi, dua remaja yang diganggu oleh pemuda Balinuraga, terjatuh saat mengendarai sepeda motor dan sempat menyerempet sekelompok anak yang sedang bersepeda.

Lebih lanjut, Muchsin juga membantah bila bentrokan juga dipicu oleh kesenjangan sosial antarwarga Balinuraga dengan warga Agom. "Keributan ini bukan karena ekonomi. Masih banyak warga Agom yang lebih mapan dari desa di sana (Balinuraga)," kata dia.

Dari pengamatan Tempo, jarak antara Desa Agom dan Desa Balinuraga hanya sekitar tiga kilometer. Dari Jalan Lintas Sumatera, dengan akses masuk berupa jalan selebar dua meter, pengunjung akan menemukan Desa Agom lebih dulu, baru setelah itu Desa Balinugara.

Mayoritas rumah penduduk di Desa Agom, yang berada di pinggir jalan desa, terletak saling berjauhan satu dengan lainnya. Sedangkan rumah-rumah di Balinuraga terlihat lebih teratur, tak beda seperti sebuah kompleks perumahan. Perbedaan mencolok terletak pada bangunan rumah yang sebagian besar bergaya arsitektur Bali.

Menurut Muchsin, total ada 1.800 jiwa penduduk Desa Agom. Sedangkan berdasarkan data dari Sekretaris Desa Balinuraga, Wayan Maulana, jumlah penduduk Balinuraga ada sekitar 2.200 jiwa.

Muchsin menilai, sejauh ini, hubungan antara Desa Agom dan Balinuraga berjalan baik. Ia tak menampik bila warga di Balinuraga jarang bercampur baur dengan warganya. "Ke depan, saya berharap kita semua bisa lebih saling menghormati satu sama lain," ujar dia.

Bentrokan antardesa di Kalianda, Lampung Selatan, menyebabkan 14 jiwa melayang. Ratusan rumah di Desa Balinuraga hangus dibakar oleh massa dan ribuan warga desa itu terpaksa harus diungsikan ke Sekolah Polisi Negara Kemiling, Bandar Lampung, yang berjarak 80 kilometer.
Bangsa kita ini terdiri atas pulau-pulau, tetap menginginkan kehidupan damai yang jauh dari kekerasan. Maka, yang terjadi di Lampung Selatan bukanlah cerminan bangsa ini. Kerusuhan hingga menghilangkan nyawa orang lain itu adalah sebuah tindakan sangat tercela yang harus dijauhkan dari bangsa ini.
Korban semakin banyak berjatuhan. Tidak cukupkah tragedi ini menghilangkan nyawa manusia?
Kita hanya berharap dari kejauhan, bahwa konflik antar warga ini cepat reda. Agar warga kembali beraktivitas seperti semula. Kerusuhan apa pun alasannya tidak pernah mendatangkan rasa keadilan kecuali rasa dendam yang berkepanjangan. Damailah Lampung Selatan.
Kasus yang terjadi Lampung Selatan harus menjadi contoh bagi kita semua bahwa cara-cara tersebut adalah sangat tidak benar. Masyarakat harus selalu bisa menahan diri jika terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan. Dampak dari sebuah kerusuhan bukanlah sebuah hal yang positif, tapi hal-hal yang negatif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar